Wednesday, August 1, 2007

Kembali kee ASI..dalam rangka menyambut hari ASI Sedunia

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Health, Mind & Body
Author:Depkes
Saat bangsa ini bingung oleh urusan susu formula, bangsa-bangsa lain sudah kembali ke ASI. Tren kembali menyusui anak-anak, tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan, dibanding negara-negara lain di dunia, Indonesia terbilang terlambat. Di berbagai belahan dunia, ruang gerak susu formula sangat dibatasi agar bayi-bayi generasi penerus bisa mendapatkan makanan terbaik: air susu ibu (ASI). Tapi, di Indonesia, susu formula bahkan dipromosikan di sejumlah rumah sakit (RS).


Ironis! Persoalan itulah yang membuat gusar Ketua Sentra Laktasi Indonesia, dr Oetami Roesli SpA MBA IBCLC.


Bila ibu-ibu di Indonesia tetap mengesampingkan ASI dan lebih memilih memberikan susu formula kepada anak-anaknya, dia menilai suatu saat kecerdasan anak-anak Indonesia akan tertinggal. Padahal, mau tidak mau Indonesia harus bersandar pada anak-anak itu untuk memasuki era globalisasi. ''Bayangkan, otak mereka (anak-anak di negara lain, red) lebih pandai karena diberi ASI eksklusif. Mereka jauh lebih kaya dari kita. Mereka jarang sakit. Kalau kita tidak mulai sekarang, di era globalisasi nanti, anak-cucu kita bisa menjadi TKI dan TKW di negara sendiri. Saya tidak mengharapkan bangsa kita menjadi bangsa kuli. Karena itu, rakyat kita harus kita sadarkan,'' kata Utami di Jakarta, pekan lalu.


Negara-negara yang gencar mendorong dan melindungi pemberian ASI eksklusif antara lain Australia yang selama ini merupakan pengekspor bahan-bahan susu formula ke Indonesia. Selain itu, beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Bila di Indonesia cuti melahirkan hanya tiga bulan, di kedua negara ini sampai empat bulan. Bahkan, diberikan pula cuti empat pekan bagi ayah yang baru memiliki bayi.

Negara-negara di Skandinavia seperti Finlandia, Austria, Swiss, Swedia, juga Kanada, lebih hebat lagi. Di sana, orangtua diberi cuti satu tahun penuh --dengan tetap dibayar-untuk memastikan bayinya diberi ASI eksklusif. Empat bulan pertama, ibu yang cuti. Dua bulan berikutnya, giliran ayah yang cuti. ''Enam bulan berikutnya, siapa yang mendapatkan penghasilan paling tinggi, dia yang bekerja,'' kata Utami.

Selain fasilitas cuti, para bidan di rumah sakit-rumah sakit di negara itu juga tak akan memulangkan seorang ibu yang baru melahirkan sebelum memastikan bahwa si ibu bisa menyusui bayinya dengan benar. ''Mereka sudah tidak pakai susu formula karena pemerintahnya mendukung pemberian ASI eksklusif,'' tutur Utami.

Indonesia sampai saat ini memang masih jadi surga pemasaran susu formula. Padahal, di beberapa negara, pemasaran susu formula tak segencar di Indonesia. ''Di India saja, misalnya, kita tidak mungkin melihat susu formula dipromosikan seperti di kita,'' katanya.

Ironisnya, gencarnya promosi susu formula itu 'menenggelamkan' promosi ASI.

Dan parahnya, bahkan terbentuk image di masyarakat seolah-olah susu formula lebih baik dibanding ASI. Utami mengaku pernah bertemu seorang pembantu yang gajinya habis untuk membeli susu formula. Dia ngotot membeli susu formula yang mengandung AA dan DHA agar kelak anaknya pintar, seperti iklan di televisi.

''Ibu pembantu itu tidak sadar bahwa paling tidak 80 persen lemak ASI adalah DHA dan AA yang natural. Dan karena ASI cairan hidup, selain ada lemak itu, juga ada penyerap lemak,'' papar Utami.


Bahwa ASI membuat anak lebih cerdas, diakui sejumlah ibu yang ditemui Republika. Hartini (32 tahun), misalnya, mengatakan dengan memberikan ASI eksklusif --dilanjutkan memberi ASI plus makanan lain sampai usia dua tahun--membuat anaknya lebih menonjol dibanding anak lain. ''Anak saya lebih cerdas dan lebih banyak bicara,'' kata karyawati RS Dr Sardjito,
Yogyakarta, ini, pekan lalu.

Hal yang sama diakui Tati Sutarti (37) warga Kelurahan Gedong, Jakarta Timur. Anaknya, Alfa Reza yang kini berusia 1,5 tahun terlihat lebih aktif, memiliki tinggi dan berat badan seimbang, serta lebih artikulatif berkata-kata. Selain itu, dengan memberikan ASI, Tati yang bergaji Rp 1,5 juta per bulan ini, tak dipusingkan biaya susu kaleng.


Perbandingan IQ Anak ASI dan Non-ASI

1. Pada usia 18 bulan, anak yang diberi ASI memiliki IQ 4,3 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak diberi ASI.
2. Pada usia tiga tahun, anak yang diberi ASI memiliki IQ 4-6 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak diberi ASI.
3. Pada usia delapan setengah tahun, anak yang diberi ASI memiliki IQ 8,3 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak diberi ASI.



Sumber: Depkes
taken also from : http://mapetitelentera.multiply.com/journal/item/22?mark_read=mapetitelentera:journal:22

salam ASI,
selamat menyambut World Breastfeeding Week [1-7 Agustus 2007]

2 comments:

  1. ASI is the best..ayoo berikan ASI sampe 2th..mdh2an Izan juga dapet yah..amien

    ReplyDelete
  2. ayo izan ma malya sesama Fans ASI kita sukseskan Pekan ASI sedunia ini dengan minum ASI sebanyak2 nya dan kita buktikan pada dunia hehehe...

    GO ASI GO!!

    ReplyDelete