Friday, September 12, 2014

Self Note for me ayah dan Ibu

Seorang anak perempuan, kelas 1 SD tampak selalu murung di sekolah. Gurunya di suatu waktu mendekatinya dan mengajaknya berbicara. “Sholihah, boleh Bu Guru tahu apa yang kamu rasakan? Sepertinya ada yang membuatmu sedih.”.  Si anak diam, tak menjawab. Wajahnya menunduk, tampak menatap lantai sekolah dengan pandangan tanpa harapan. Tangan kecilnya diraih oleh sang guru kemudian dirangkul dan diajak bergabung dengan teman-temannya untuk makan siang bersama. Sedikit suara keluar dari mulutnya walaupun tidak seceria anak-anak lain.
Tak menyerah, sang guru mendekati lagi sang murid, dan suatu waktu terdengarlah kata-kata dengan uraian air mata, “Aku kangen Umi…Aku kangen Abiiii….”. Ia menangis, dan sang guru yang mulai berkaca memegang pundaknya dengan lembut. “Memang Umi dan Abi nya kemana? Bukankah Sholihah bertemu setiap hari..” . Dengan terisak ia menjawab dengan nada sangat sedih “Umi sibuk kerja, Abi juga. Pulangnya Maghrib…terus sibuk lagi. Aku tuh pingin ada Umi…pingin ada Abi, trus main bersama…”

Sang guru mengenal ayah ibu anak itu. Dua-duanya bekerja, sama-sama rajin dan berprestasi di tempat kerjanya. Kadang terlihat mobilnya datang malam di akhir bulan karena lembur, ataupun beberapa hari mobilnya tak ada karena keluar kota. Hidupnya tampak berkecukupan dan teratur. Walaupun kadang tak ada pembantu rumah tangga, sang ibu bisa melakukan semua pekerjaan rumah. Mengapa sang anak mengatakan kangen umi dan abinya padahal mereka hampir setiap hari ada di rumah?

Ayah Bunda, kesibukan mungkin membuat  lupa bahwa ada anak-anak yang masih kecil yang masih membutuhkan bimbingan, kasih sayang, dan perhatian. Pekerjaan kantor, pekerjaan rumah kita lakukan setiap hari. Bunda tiap hari sibuk memasak, menyiapkan baju, menyiapkan sarapan, bekal makanan, dan malam sibuk lagi mengurus pakaian, dan membereskan rumah. Ayah juga sibuk fokus pada pekerjaan agar bisa memenuhi target perusahaan dan berusaha terus meningkatkan karir untuk mensejahterakan keluarga. Pekerjaan-pekerjaan itu dikerjakan dengan sungguh-sungguh diselesaikan dengan memuaskan. Tapi, ternyata di dekat mereka ada yang merasa tidak mendapatkan perhatian, dan ternyata adalah anaknya yang katanya sangat dicintai.

Benarkah sang ayah dan bunda mencintai anaknya? Setiap pagi, apa yang sang Bunda pikirkan? Ternyata adalah pekerjaan rumah. Apa yang Ayah pikirkan? Ternyata adalah tugas kantor. Setiap sore apa yang Bunda pikirkan? Ternyata pekerjaan rumah lagi. Apa yang Ayah pikirkan? Ternyata tugas kantor lagi. HP terus berbunyi dan disambut dengan sigap. Tak ada sapaan manis pagi hari bagi sang anak agar bersemangat bangun, sarapan, dan mandi. Yang ada ketegangan karena semua harus bisa berangkat tepat waktu. Tak ada obrolan hangat di sore hari, yang ada ketegangan lagi karena sang bunda yang lelah, sang ayah yang lelah tidak siap untuk mendengar celotehan dan rengekan minta perhatian sang anak. Akhirnya sang anak…merasa kehilangan ayah bundanya. Ia merindukan mereka padahal setiap hari bertemu.

Jika anak itu penting, maka mendidik dan mengasuhnya itu adalah penting dan menjadi agenda utama di keseharian. Memberikan kepada mereka waktu dengan kualitas yang baik itu adalah keharusan, bukan sisa waktu dari bekerja. Bekerja itu memang harus, tapi ia hanyalah bagian dari  tugas sebagai orang tua agar dapat mendidik dan mengasuh dengan baik. Bila karena sibuk bekerja anak merasa tidak diperhatikan, ini adalah suatu yang harus dievaluasi karena predikat Ayah dan Bunda yang baik baru bisa disandang bila sudah mendidik dan mengasuh anak dengan upaya terbaik.

Mengasuh dan mendidik anak itu penting. Parenting itu penting. Agar Ayah Bunda dapat menjadi Ayah Bunda yang selayaknya. Sampai suatu saat anak berkata, “Aku bahagia dan bangga memiliki Ayah dan Ibu”.

Sumber: rumahparenting.com

No comments:

Post a Comment