Seorang anak perempuan, kelas 1 SD tampak selalu murung di sekolah. Gurunya di
suatu waktu mendekatinya dan mengajaknya berbicara. “Sholihah, boleh Bu Guru
tahu apa yang kamu rasakan? Sepertinya ada yang membuatmu sedih.”. Si anak
diam, tak menjawab. Wajahnya menunduk, tampak menatap lantai sekolah dengan
pandangan tanpa harapan. Tangan kecilnya diraih oleh sang guru kemudian
dirangkul dan diajak bergabung dengan teman-temannya untuk makan siang bersama.
Sedikit suara keluar dari mulutnya walaupun tidak seceria anak-anak lain.
Tak menyerah, sang guru mendekati lagi sang murid, dan suatu waktu
terdengarlah kata-kata dengan uraian air mata, “Aku kangen Umi…Aku kangen
Abiiii….”. Ia menangis, dan sang guru yang mulai berkaca memegang pundaknya
dengan lembut. “Memang Umi dan Abi nya kemana? Bukankah Sholihah bertemu setiap
hari..” . Dengan terisak ia menjawab dengan nada sangat sedih “Umi sibuk kerja,
Abi juga. Pulangnya Maghrib…terus sibuk lagi. Aku tuh pingin ada Umi…pingin ada
Abi, trus main bersama…”
Sang guru mengenal ayah ibu anak itu. Dua-duanya bekerja, sama-sama rajin dan
berprestasi di tempat kerjanya. Kadang terlihat mobilnya datang malam di akhir
bulan karena lembur, ataupun beberapa hari mobilnya tak ada karena keluar kota.
Hidupnya tampak berkecukupan dan teratur. Walaupun kadang tak ada pembantu rumah
tangga, sang ibu bisa melakukan semua pekerjaan rumah. Mengapa sang anak
mengatakan kangen umi dan abinya padahal mereka hampir setiap hari ada di
rumah?
Ayah Bunda, kesibukan mungkin membuat lupa bahwa ada anak-anak yang masih
kecil yang masih membutuhkan bimbingan, kasih sayang, dan perhatian. Pekerjaan
kantor, pekerjaan rumah kita lakukan setiap hari. Bunda tiap hari sibuk memasak,
menyiapkan baju, menyiapkan sarapan, bekal makanan, dan malam sibuk lagi
mengurus pakaian, dan membereskan rumah. Ayah juga sibuk fokus pada pekerjaan
agar bisa memenuhi target perusahaan dan berusaha terus meningkatkan karir untuk
mensejahterakan keluarga. Pekerjaan-pekerjaan itu dikerjakan dengan
sungguh-sungguh diselesaikan dengan memuaskan. Tapi, ternyata di dekat mereka
ada yang merasa tidak mendapatkan perhatian, dan ternyata adalah anaknya yang
katanya sangat dicintai.
Benarkah sang ayah dan bunda mencintai anaknya? Setiap pagi, apa yang sang
Bunda pikirkan? Ternyata adalah pekerjaan rumah. Apa yang Ayah pikirkan?
Ternyata adalah tugas kantor. Setiap sore apa yang Bunda pikirkan? Ternyata
pekerjaan rumah lagi. Apa yang Ayah pikirkan? Ternyata tugas kantor lagi. HP
terus berbunyi dan disambut dengan sigap. Tak ada sapaan manis pagi hari bagi
sang anak agar bersemangat bangun, sarapan, dan mandi. Yang ada ketegangan
karena semua harus bisa berangkat tepat waktu. Tak ada obrolan hangat di sore
hari, yang ada ketegangan lagi karena sang bunda yang lelah, sang ayah yang
lelah tidak siap untuk mendengar celotehan dan rengekan minta perhatian sang
anak. Akhirnya sang anak…merasa kehilangan ayah bundanya. Ia merindukan mereka
padahal setiap hari bertemu.
Jika anak itu penting, maka mendidik dan mengasuhnya itu adalah penting dan
menjadi agenda utama di keseharian. Memberikan kepada mereka waktu dengan
kualitas yang baik itu adalah keharusan, bukan sisa waktu dari bekerja. Bekerja
itu memang harus, tapi ia hanyalah bagian dari tugas sebagai orang tua agar
dapat mendidik dan mengasuh dengan baik. Bila karena sibuk bekerja anak merasa
tidak diperhatikan, ini adalah suatu yang harus dievaluasi karena predikat Ayah
dan Bunda yang baik baru bisa disandang bila sudah mendidik dan mengasuh anak
dengan upaya terbaik.
Mengasuh dan mendidik anak itu penting. Parenting itu penting. Agar Ayah
Bunda dapat menjadi Ayah Bunda yang selayaknya. Sampai suatu saat anak berkata,
“Aku bahagia dan bangga memiliki Ayah dan Ibu”.
Sumber: rumahparenting.com